Bila dicari dari sisi catatan sejarah, mungkin tidak banyak putra-putra Pakpak yang ditemukan dalam perlawanan melawan penjajah Belanda. Padahal ada cukup banyak putra-putri terbaik dari suku Pakpak yang ikut serta memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dengan segala pengorbanan jiwa dan raga. Namun pengorbanan dalam keikutsertaan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia menjadi seperti terabaikan begitu saja, akibat tidak adanya konteks dokumentasi dalam bentuk tulisan. Dalam tulisan kali ini tokoh-tokoh pejuang dari suku Pakpak yang coba dipaparkan adalah mereka-mereka yang tercatat dalam tulisan Adniel Lumbantobing dalam bukunya
Sisingamangaraja I-XII yang dikeluarkan pada tahun 1953.
Sisingamangaraja masuk ke daerah Pakpak sekitar tahun 1894 setelah banyak daerah di Keresidenan Tapanuli dikuasai oleh Belanda. Ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, antara Pearaja, Simsim dan Kepas. Pada saat tertentu ia berada di daerah Keppas di bawah perlindungan Pertaki Nakan Matah Ujung, kemudian ke daerah Simsim. Ketika ia merasa tidak nyaman ia kembali ke Keppas, lalu ke Kelasen, dan kembali lagi ke Simsim. Demikian terus menerus selama penjajahan Belanda. Dari daerah ini ia kemudian memerintahkan panglimanya untuk mengadakan penyerangan ke daerah Toba. Banyak tokoh-tokoh dari tanah Pakpak yang kemudian menjadi sahabatnya seperti Pertaki Nakan Matah Ujung dari Kalang Jehe, Pertaki Kuta Gugung dari Salak, Pabubu Banurea dan Pa Boncit Padang, pertaki Jambu Mbellang. Ketiga pertaki ini memberikan kontribusi yang cukup besar baik dalam memberikan perlindungan kepada Sisingamangaraja maupun menyumbangkan panglima-panglima dan pasukan untuk menyerang Belanda. Bahkan, perlawanan orang Pakpak terhadap Belanda tetap dilakukan meskipun tanpa Sisingamangaraja.
Sisingamangaraja sendiri sangat mengakui loyalitas dan semangat juang orang Pakpak. Kesetiaan inilah mungkin yang membuat Raja Sisingamangaraja merasa aman dan betah di tanah Pakpak. Dalam suatu rapat para Pertaki Pakpak yang dihadiri oleh Sutan Nagari dan Patuan Anggi yang diperuntukkan bagi pengaturan strategi perlawanan terhadap Belanda diperoleh kesepakatan sebagai berikut :
1. Mempertahankan wilayah Simsim dengan segala upaya yang ada;
2. Tempat Sisingamangaraja harus dirahasiakan;
3. Rakyat tidak akan bekerjasama dengan Belanda;
4. Kegiatan pertanian ditingkatkan.
Hasil permusyawarahan ini merupakan persumpahan, bahkan disahkan dengan cara adat Pakpak dengan memotong dua ekor kerbau, satu ekor di Salak dan satu ekor lagi di "kepar lae kombih".
Catatan-catan seperti ini dalam banyak literatur tidak ditemukan, kisah perjalanan Raja Sisingamangaraja di tanah Pakpak menjadi kurang tereksplorasi. Buku Adniel Lumbantobing adalah salah satu yang memberikan catatan penting, meskipun teramat singkat dan sederhana. Dari buku tersebut terdapat kisah dari para pejuang-pejuang Pakpak pada masa Sisimangamangaraja, di antaranya sebagai berikut :
- Tenna br Berutu (Putri dari Parjolang Pertaki dari Pakpak)
- Antak Berutu
- Pagit Banurea
- Ronggur Bancin
Tidak ada catatan yang tegas seperti dalam Buku Adniel ini yang mengungkapkan keberadaan Permaisuri keenam Sisingamangaraja ini. Putri Pakpak ini berasal dari daerah Penggegeen Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, dan sepertinya tidak ada catatan mengenai keturunannya. Sejak awal Lumbantobing mengakui bahwa Tenna br Berutu adalah permaisuri keenam dari Sisingamangaraja, namun keberadaannya setelah berakhirnya perjalanan Sisingamangaraja sulit didapatkan karena tidak ada tulisan yang mencukupi dalam mengikuti keberadaannya.
Antak Berutu adalah seorang tokoh pejuang Pakpak yang berasal dari Lae Langge Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu. Nama Antak Berutu tercatat lewat kisah perlawanan yang menceritakan bahwa pada suatu hari sepasukan tentara Belanda berangkat dari daerah Boven, Barus menuju ke daerah Simsim, melewati Delleng Simpoon yang sangat curam. Pasukan Belanda ini kelihatannya sangat letih, karena mendaki Delleng Simpoon. Tujuh orang dari anggota pasukan ini tertinggal jauh di belakang. Sementara itu di tempat tersebut sudah menunggu 4 orang anggota pasukan gerilya dari Pertaki Simsim dengan bersenjatakan alat seadanya. Mereka menyerang tujuh orang pasukan Belanda yang tertinggal ini dan memenggal leher mereka, namun satu orang berhasil meloloskan diri dengan tangan terpotong. Setelah komandan Belanda ini yang ada di Salah mengetahui berita ini, mereka memerintahkan Pertaki-pertaki untuk mengumpulkan penduduk di suatu tempat. Setelah penduduk dikumpulkan komandan Belanda ini menyuruh tentara yang berhasil meloloskan diri tadi menunjukkan siapa-siapa yang melakukan penyerangan di Delleng Simpoon. Anggota pasukan Belanda tersebut kemudian menunjuk kepada Antak Berutu. Sudah barang tentu Antak Berutu membela diri karena memang dia tidak tahu menahu akan hal ini. Sebenarnya empat orang anggota pasukan gerilya yang menyerang sudah melarikan diri ke daerah Aceh. Karena komanda Belanda ini tidak mengerti bahasa Pakpak, maka Antak Berutu pun dibawa ke markas, dan pada keesokan harinya orang yang tidak bersalah ini digantung di muka umum.
Pagit Banurea berasal dari Jambu Mbellang Kecamatan Siempat Rube. Diceritakan bahwa Pagit Banurea ini bekerja sebagai tukang jual sayur, dia berhasil merampas senjata dari tangan serdadu Belanda. Kebenciannya kepada Belanda mendorong niatna untuk melakukan perampasan senjata dengan cara memanfaatkan situasi. Hal itu dia lakukan pada saat serdadu Belanda sedang merogoh kantongnya untuk membayar sayur yang dibeli dari Pagit Banurea.
Nama ini ditemukan dalam buku tersebut sebagai seorang tokoh pejuang Pakpak yang menemukan tempat persembunyian yang strategis di daerah Bungus. Tempat ini menjadi lokasi persembunyian Sisingamangaraja yang sulit ditemukan. Menurut sejarah, Kapten Christopel berhasil menangkap Ronggur Bancin dan dibujuk untuk memberitahukan di mana letak persembunyian Sisingamangaraja, namun Ronggur Bancin tidak mau memberitahukan meskipun disogok dengan cara diberi uang dan emas. Hal ini membuat Kapten Christopel marah dan menyeret adik Ronggur Bancin, adiknya ini disiksa dan dicambuk di hadapan Ronggur Bancin. Teriakan dan jeritan adiknya ini tidak menggoyahkan prinsip Ronggur Bancin sampai kemudian adiknya ini meninggal. Setelah adiknya meninggal, siksaan dan cambukan inipun beralih kepadanya. Dua hari lamanya dia disiksa dengan cambukan, lalu kemudian secara tersembunyi ia menyuruh seseorang untuk menyampaikan pesan agar Sisingamangaraja segera meninggalkan lokasi persembunyian. Ketika ancaman dibunuh dikeluarkan Ronggur Bancin kemudian memberitahukan lokasi lembah Lae Pencinaren di Bungus kepada Belanda. Dan pada saat pasukan Belanda berada di lokasi tersebut, Sisingamangaraja sudah tidak berada di tempat itu lagi.
Nama-nama tersebut hanyalah beberapa di antara orang Pakpak yang berperan penting dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Negara ini. Selain mereka terdapat beberapa nama Panglima perang yang terkenal dari daerah Pakpak dan dari Aceh yang juga turut membantu perjuangan Sisingamangaraja selama berada di tanah Pakpak. Setidaknya ada dua orang Panglima perang Sisingamangaraja yang tersohor dari daerah Pakpak. Mereka adalah Singket Berutu dan Rogong Banurea. Mereka direkrut bukan pada saat persembunyian di tanah Pakpak, tetapi dalam perlawanan-perlawanannya di wilayah Tapanulipun mereka ini sudah terlibat. Ada juga banyak Pertaki yang memberikan kontribusi dan tidak mau bekerja sama dengan Belanda, ada banyak pasukan yang menyertai Sisingamangaraja termasuk enam orang Panglima Perang Pakpak yang ikut gugur pada saat pertempuran melawan pasukan Christopel di daerah Traju. Namun nama mereka tidak sempat tercatat dalam buku Adniel Lumbantobing. Mungkin terdapat pada buku lain meskipun sulit untuk mendapatkan referensi yang memadai.
Labels:
LEBBUH NAI
Thanks for reading Tokoh-Tokoh Pejuang Pakpak Melawan Belanda pada Masa Sisingamangaraja Berada di Tanah Pakpak. Please share...!
0 Komentar untuk "Tokoh-Tokoh Pejuang Pakpak Melawan Belanda pada Masa Sisingamangaraja Berada di Tanah Pakpak"
Terima kasih telah membaca artikel ini. Silahkan tinggalkan komentar pada kotak yang tersedia.