PENDAHULUAN
Suku Pakpak secara administratif berada di wilayah Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat dan sebagian bertempat di Kabupaten Aceh Singkil dan Tapanuli Utara/Tengah. Asal usul Suku Pakpak diperkirakan berasal dari India melalui Barus atau Singkil. Menurut penelitian, tempat pertama orang Pakpak adalah di Kuta Pinagar (Kecamatan Salak). Suku Pakpak ini adalah keturuan dari si Kada dan istrinya si Lona. Kada dan Lona mempunyai anak yang bernama : SI HAJI, SI RAJA PAKO, MPUBADA, RANGGAR JODI, MBELLO, SANGGIR, dan BATA. Masing-masing anak ini kelak akan menurunkan marga-marga yang ada di Suku Pakpak, yaitu antara lain sebagai berikut :
1. SI HAJI, mempunyai keturunan yang bernama Soritandang, Sorigigi dan Pungutansori yang kemudian menjadi marga Padang, Berutu dan Solin.
2. SI RAJA PAKO, bertempat di Sicike-cike dan menurunkan marga Ujung, Angkat, Bintang, Kudadiri, Capah, Sinamo dan Gajah Manik;
3. MPU BADA, menurunkan marga Manik, Beringin, Tendang, Banurea, Gajah, Berasa;
4. RANGGAR JODI, tidak ada keterangan mengenai keturunannya;
5. MBELLO atau disebut juga PERBAJU BIGO, menurut kisah dia ini tenggelam oleh suatu peristiwa;
6. SANGGIR, menurunkan marga Tumangger, Tinambunan, Anakampun, Meka, Mungkur, Pasi dan Pinayungan.
STRUKTUR KEMASYARAKATAN
Masyarakat dalam suku Pakpak terdiri dari marga-marga yang mendiami masing-masing kawasan hak tanah ulayat yang merupakan satu kesatuan dengan hidupnya. Masyarakat ini dipimpin oleh seorang yang disebut PERTAKI, kemudian di atasnya adalah AUR yang dipimpin oleh seorang Raja.
Struktur kemasyarakatan tersebut diletakkan pada sebuah lembaga adat yang disebut Sulang Silima yang terdiri dari PERISANG-ISANG (Sukut), PERTULAN TENGAH (Saudara Tengah), PEREKUR-EKUR (Siampunen/Bungsu), BITEKKEN (Berru) dan PUNCA NDIADEP (Puang/Kula-kula). Pembagian status ini mempunyai peranan penting di dalam kemasyarakatan terutama berkaitan dengan status seseorang yang harus termasuk di dalam Sulang Silima tersebut. Pertaki mempunyai peranan yang sangat luas di dalam masyarakat, Itulah ada sebabnya pepatah yang mengatakan "BANA BILALANG BANA BIRURU, BANA LUBALANG BANA GURU" artinya : Seorang Pertaki harus mempunyai kelebihan sebagai panglima perang, raja adat dan sebagai guru yang menjadi teladan serta panutan bagi masyarakatnya.
HUKUM ADAT MENGENAI TANAH
Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak, atau dengan kata lain tanah menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut, sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Tanah dikuasai oleh marga sebagai pemilik ulayat tanah tersebut. Dalam masyarakat Pakpak dikenal sebutan-sebutan untuk tanah antara lain sebagai berikut :
a. Tanah tidak diusahai, yaitu : "tanah karangen longo-longoon", "tanah kayu ntua", "tanah talin tua", tanah balik batang, dan rambah keddep;
b. Tanah yang diusahai, yaitu: tahuma pergadongen, perkemenjenen, dan bungus;
c. Tanah Perpulungen, yaitu embal-embal, jampalen, jalangen;
d. Tanah Sembahen, yaitu tanah yang mempunyai sifat magis (keramat) terdiri dari Tanah sembahen kuta, (tidak dapat diusahai) dan Tanah Sembahen Balilon (dapat diusahai).
e. Tanah Pendebaen, yaitu tanah yang diperuntukkan bagi tempat pemakaman;
f. Tanah Persediaan, yaitu tanah cadangan di mana tanah ini tetap hak marga, tanah yang dijaga oleh Permangmang (kelompok tertua) dan tidak boleh diganggu.
Menyangkut pergeseran tanah, tidak ada dalam hukum adat Pakpak, kecuali tanah Rading Berru (tanah yang diberikan kepada anak perempuan/menantu sepanjang masih dipakai) dan bila tidak dipakai lagi harus dikembalikan kepada Kula-kulanya atau yang memberikan tanah rading berru.
PERKAWINAN DALAM ADAT PAKPAK
Perkawinan dalam masyarakat Pakpak termasuk dalam siklus kehidupan seseorang yang telah diatur tersendiri. Hakikat dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga dan mengembangbiakkan keturunan dari kelompok marga, sehingga kelak menjadi penerus dari marganya tersebut. Oleh karena itu bila terjadi perkawinan, maka perkawinan itu akan melibatkan seluruh keluarga baik dekat maupun keluarga jauh.
Dalam masyarakat Pakpak dikenal beberapa bentuk perkawinan, yaitu antara lain : Kawin Resmi, kawin mengeke, kawin mengalih, kawin mengerampas, kawin menama dan kawin mencukung. Proses perkawinan dimulai dengan mengririt, mengkata utang dan diakhiri dengan upacara pernikahan yang disebut merbayo. Di dalam aturannya ditentukan bahwa tidak boleh kawin dengan semarga, setiap perkawinan harus diadati, terjadi penyesuaian tutur, perpantangan-perpantangan dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa apabila seseorang laki-laki mengawini seorang wanita, maka ketentuan, yang menerima unjuken adalah takal unjuken, upah turang, todoan, togoh-togoh/penampati, upah puhun, upah mendedah, upah mpung dan remen-remen julun tapih. Sedangkan Oles (kain) yang diserahkan adalah Oles inang niberru, oles inang perduaken, oles turang niberru, oles puhun, oles mendedah, oles mpung, oles persinabul, oles penelangkeen, dan oles persintabin.
PAKAIAN ADAT
Pakaian sehari-hari pada umumnya saat ini telah menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tetapi untuk acara adat, pakaian mempunyai bentuk tersendiri, yaitu : untuk laki-laki, pakaian yang dikenakan dalam acara adat adalah Oles, Bulang-Bulang, Golok, Ucang, Borgot, Tali Abak dan Kujur Sinane. Sedangkan untuk perempuan pakaian yang dikenakan adalah Baju Merapi-api, oles, saong, cimata leppa-leppa, rabi munduk dan ucang.
MAKANAN KHAS
Dalam masyakarat Pakpak dikenal bermacam-macam makanan khas, yaitu antara lain sebagai berikut :
a. Pelleng, yaitu suatu makanan yang diperuntukkan bagi mereka yang akan pergi berperang atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam mencapai suatu tujuan tertentu;
b. Nditak, yaitu sejenis makanan yang diberikan kepada seseorang supaya "ulang kengaleen" (patah di tengah) dalam suatu usaha;
c. Nakan Mpagit, yaitu makanan yang diberikan kepada seorang wanita yang sedang hamil;
d. Nakan Nggersing, yaitu makanan untuk orang yang meminta agar jangan sakit-sakitan atau sesuatu yang dapat memenuhi maksud;
e. Nakan Pengambat, yaitu makanan yang diberikan oleh keluarga kepada orang yang sedang sakti keras.
BERSAMBUNG...
PENULIS : H. KADIM BERUTU, SH
ditulis kembali oleh : SMART. com
Suku Pakpak secara administratif berada di wilayah Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat dan sebagian bertempat di Kabupaten Aceh Singkil dan Tapanuli Utara/Tengah. Asal usul Suku Pakpak diperkirakan berasal dari India melalui Barus atau Singkil. Menurut penelitian, tempat pertama orang Pakpak adalah di Kuta Pinagar (Kecamatan Salak). Suku Pakpak ini adalah keturuan dari si Kada dan istrinya si Lona. Kada dan Lona mempunyai anak yang bernama : SI HAJI, SI RAJA PAKO, MPUBADA, RANGGAR JODI, MBELLO, SANGGIR, dan BATA. Masing-masing anak ini kelak akan menurunkan marga-marga yang ada di Suku Pakpak, yaitu antara lain sebagai berikut :
1. SI HAJI, mempunyai keturunan yang bernama Soritandang, Sorigigi dan Pungutansori yang kemudian menjadi marga Padang, Berutu dan Solin.
2. SI RAJA PAKO, bertempat di Sicike-cike dan menurunkan marga Ujung, Angkat, Bintang, Kudadiri, Capah, Sinamo dan Gajah Manik;
3. MPU BADA, menurunkan marga Manik, Beringin, Tendang, Banurea, Gajah, Berasa;
4. RANGGAR JODI, tidak ada keterangan mengenai keturunannya;
5. MBELLO atau disebut juga PERBAJU BIGO, menurut kisah dia ini tenggelam oleh suatu peristiwa;
6. SANGGIR, menurunkan marga Tumangger, Tinambunan, Anakampun, Meka, Mungkur, Pasi dan Pinayungan.
STRUKTUR KEMASYARAKATAN
Masyarakat dalam suku Pakpak terdiri dari marga-marga yang mendiami masing-masing kawasan hak tanah ulayat yang merupakan satu kesatuan dengan hidupnya. Masyarakat ini dipimpin oleh seorang yang disebut PERTAKI, kemudian di atasnya adalah AUR yang dipimpin oleh seorang Raja.
Struktur kemasyarakatan tersebut diletakkan pada sebuah lembaga adat yang disebut Sulang Silima yang terdiri dari PERISANG-ISANG (Sukut), PERTULAN TENGAH (Saudara Tengah), PEREKUR-EKUR (Siampunen/Bungsu), BITEKKEN (Berru) dan PUNCA NDIADEP (Puang/Kula-kula). Pembagian status ini mempunyai peranan penting di dalam kemasyarakatan terutama berkaitan dengan status seseorang yang harus termasuk di dalam Sulang Silima tersebut. Pertaki mempunyai peranan yang sangat luas di dalam masyarakat, Itulah ada sebabnya pepatah yang mengatakan "BANA BILALANG BANA BIRURU, BANA LUBALANG BANA GURU" artinya : Seorang Pertaki harus mempunyai kelebihan sebagai panglima perang, raja adat dan sebagai guru yang menjadi teladan serta panutan bagi masyarakatnya.
HUKUM ADAT MENGENAI TANAH
Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak, atau dengan kata lain tanah menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut, sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Tanah dikuasai oleh marga sebagai pemilik ulayat tanah tersebut. Dalam masyarakat Pakpak dikenal sebutan-sebutan untuk tanah antara lain sebagai berikut :
a. Tanah tidak diusahai, yaitu : "tanah karangen longo-longoon", "tanah kayu ntua", "tanah talin tua", tanah balik batang, dan rambah keddep;
b. Tanah yang diusahai, yaitu: tahuma pergadongen, perkemenjenen, dan bungus;
c. Tanah Perpulungen, yaitu embal-embal, jampalen, jalangen;
d. Tanah Sembahen, yaitu tanah yang mempunyai sifat magis (keramat) terdiri dari Tanah sembahen kuta, (tidak dapat diusahai) dan Tanah Sembahen Balilon (dapat diusahai).
e. Tanah Pendebaen, yaitu tanah yang diperuntukkan bagi tempat pemakaman;
f. Tanah Persediaan, yaitu tanah cadangan di mana tanah ini tetap hak marga, tanah yang dijaga oleh Permangmang (kelompok tertua) dan tidak boleh diganggu.
Menyangkut pergeseran tanah, tidak ada dalam hukum adat Pakpak, kecuali tanah Rading Berru (tanah yang diberikan kepada anak perempuan/menantu sepanjang masih dipakai) dan bila tidak dipakai lagi harus dikembalikan kepada Kula-kulanya atau yang memberikan tanah rading berru.
PERKAWINAN DALAM ADAT PAKPAK
Perkawinan dalam masyarakat Pakpak termasuk dalam siklus kehidupan seseorang yang telah diatur tersendiri. Hakikat dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga dan mengembangbiakkan keturunan dari kelompok marga, sehingga kelak menjadi penerus dari marganya tersebut. Oleh karena itu bila terjadi perkawinan, maka perkawinan itu akan melibatkan seluruh keluarga baik dekat maupun keluarga jauh.
Dalam masyarakat Pakpak dikenal beberapa bentuk perkawinan, yaitu antara lain : Kawin Resmi, kawin mengeke, kawin mengalih, kawin mengerampas, kawin menama dan kawin mencukung. Proses perkawinan dimulai dengan mengririt, mengkata utang dan diakhiri dengan upacara pernikahan yang disebut merbayo. Di dalam aturannya ditentukan bahwa tidak boleh kawin dengan semarga, setiap perkawinan harus diadati, terjadi penyesuaian tutur, perpantangan-perpantangan dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa apabila seseorang laki-laki mengawini seorang wanita, maka ketentuan, yang menerima unjuken adalah takal unjuken, upah turang, todoan, togoh-togoh/penampati, upah puhun, upah mendedah, upah mpung dan remen-remen julun tapih. Sedangkan Oles (kain) yang diserahkan adalah Oles inang niberru, oles inang perduaken, oles turang niberru, oles puhun, oles mendedah, oles mpung, oles persinabul, oles penelangkeen, dan oles persintabin.
PAKAIAN ADAT
Pakaian sehari-hari pada umumnya saat ini telah menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tetapi untuk acara adat, pakaian mempunyai bentuk tersendiri, yaitu : untuk laki-laki, pakaian yang dikenakan dalam acara adat adalah Oles, Bulang-Bulang, Golok, Ucang, Borgot, Tali Abak dan Kujur Sinane. Sedangkan untuk perempuan pakaian yang dikenakan adalah Baju Merapi-api, oles, saong, cimata leppa-leppa, rabi munduk dan ucang.
MAKANAN KHAS
Dalam masyakarat Pakpak dikenal bermacam-macam makanan khas, yaitu antara lain sebagai berikut :
a. Pelleng, yaitu suatu makanan yang diperuntukkan bagi mereka yang akan pergi berperang atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam mencapai suatu tujuan tertentu;
b. Nditak, yaitu sejenis makanan yang diberikan kepada seseorang supaya "ulang kengaleen" (patah di tengah) dalam suatu usaha;
c. Nakan Mpagit, yaitu makanan yang diberikan kepada seorang wanita yang sedang hamil;
d. Nakan Nggersing, yaitu makanan untuk orang yang meminta agar jangan sakit-sakitan atau sesuatu yang dapat memenuhi maksud;
e. Nakan Pengambat, yaitu makanan yang diberikan oleh keluarga kepada orang yang sedang sakti keras.
BERSAMBUNG...
PENULIS : H. KADIM BERUTU, SH
ditulis kembali oleh : SMART. com
Labels:
SENI BUDAYA
Thanks for reading MENGENAL SEKILAS SUKU PAKPAK. Please share...!
setau saya mpu bada itu keturunan dari salah satu marga naiambaton yaitu sigalingging
BalasHapus