NJUAH-NJUAH ! TERIMA KASIH KARENA SUDAH SINGGAH DI BLOG SAYA. SEMOGA ANDA SENANG DAN BAHAGIA

Pengaruh Kebudayaan Hindu/Budha dalam Kepercayaan dan Tradisi Suku Pakpak

Sebelum kedatangan agama Kristen dan Islam ke tanah Pakpak, masyarakatnya  meyakini bahwa alam raya ini diatur oleh Tritunggal Daya Adikodrati yang terdiri dari Batara Guru, Tunggul Nikuta dan Beraspati Ni Tanoh. Nama-nama itu antara lain terwujud lewat mantra ketika diadakan upacara "menutung tulan" (pembakaran tulang-tulang leluhur). Sebelum api disulut oleh salah seorang Kula-Kula/Puang, dia terlebih dahulu mengucapkan kata-kata sebagai berikut : "O...pung...! ko Batara Guru, Beraspati ni tanoh, Tunggul ni kuta yang berarti  nama/sebutan
Purohita (utama/pertama) bagi para Dewa. Jadi kata ini merujuk pada penyebutan bagi dewa tertinggi atau yang dianggap utama/penting yang dalam konteks ini dapat diartikan sebagai dewa utama yang berkuasa di bumi. Penyebutan Batara Guru dalam mantera sebelum api dinyalakan dalam upacara menutung tulan jelas merupakan adopsi dari kepercayaan Hindu yang berkenaan dengan salah satu perwujudan dari Dewa Siwa yakni sebagai Agastya (Batara Guru). Menurut Krom (1920:92) dalam Poerbatjaraka (1992:110) wujud Siwa yang paling populer ni nusantara adalah wujud yang memakai nama Batara Guru (Guru Dewata). Sosok utama dengan nama ini juga banyak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa tokoh ini adalah dewa asli Indonesia yang konsepnya kemudian tercampur seiring dengan masuknya agama Hindu melalui perwujudan Siwa sebagai Mahayogi. Pendapat Krom tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Kern (1917:21) dalam Poerbatjaraka (1992:110). Menurut Kern bukti nyata tentang popularitas agama Hindu Siwa adalah dengan tersebarnya nama Bhatara Guru sebagai dewa utama di Nusantara. Demikian halnya dengan Wilken (1912:244) dalam Poerbatjaraka 1992:110) yang  menyatakan bahwa Soripada dan Batara Guru adalah dewa-dewa pribumi yang semula mempunyai nama pribumi asli yang  kemudian berubah dengan menggunakan bahasa Sanskerta.

Kata adopsi lain yang juga tampil dalam mantera suku Pakpak adalah dalam mantera menolak mimpi buruk (Siahaan dkk, 1977/1978:150) :
Hung, pagari mo kita
Da hompungku
Hompung ni pangir...
Kata Hung dalam mantera menolak mimpi  buruk pada tradisi suku Pakpak di atas adalah pelafalan lain dari kata Hum yang sering digunakan dalam mantera-mantera Hindu maupun Budha. Dalam kitab suci Hindu yaitu Weda, kata Hum adalah mantera bagi Agni, sang dewa api, sehingga mantera ini digunakan saat dilakukan upacara persembahan kepada api suci. Selain itu juga digunakan untuk memanggil atau membangkitkan api sehingga nyalanya menjadi  kuat. Hum juga merupakan representasi dari jiwa dalam diri makhluk, sekaligus wujud keberadaan dewa di dunia. Melalui pelafalannya manusia berharap sifat-sifat kedewaan merasuk ke dalam dirinya sekaligus memberikan kesadaran jiwa akan keberadaannya. Di samping sebagai mantera yang ditujukan pada Agni sang dewa api, Hum juga merupakan mantera bagi dewa Siwa serta Chandika (perwujudan lain dari kali sang Dewi maut). Pelafalannya bertujuan untuk menghancurkan hal-hal negatif sekaligus menciptakan kekuatan dan kemauan yang besar. Sedangkan dalam agama Budha, Hum merupakan salah satu kata dalam mantera Boddhisatva Avalokitesvara yang teksnya sebagai berikut : "Om Mani padme hum". Kata ini juga dipakai dewa lainnya dalam Budhisme yakni bagi Jembala Putih yang teksnya sebagai berikut : "Om padma corda arya jambhala setaya hum phet".

Mantera-mantera sebagai sebagai salah satu wujud budaya yang intangible dalam kebudayaan Pakpak biasanya dihadirkan saat upacara-upacara adat. Masyarakat Pakpak pada umumnya mengenal dua bentuk kerja, yakni Kerja Baik dan Kerja Njahat. Kerja baik adalah segala jenis upacara yang berkaitan dengan rasa sukacita atau rasa gembira, seperti keberhasilan panen, pernikahan dan kelahiran anak. Sebaliknya kerja njahat adalah segala jenis upacara yang berkaitan dengan rasa duka cita atau rasa sedih, seperti kematian, dan lain-lain.

...Bersambung !!
Labels: SENI BUDAYA

Thanks for reading Pengaruh Kebudayaan Hindu/Budha dalam Kepercayaan dan Tradisi Suku Pakpak. Please share...!

0 Komentar untuk "Pengaruh Kebudayaan Hindu/Budha dalam Kepercayaan dan Tradisi Suku Pakpak"

Terima kasih telah membaca artikel ini. Silahkan tinggalkan komentar pada kotak yang tersedia.

Back To Top